Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia

Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia

Bapak Pendidikan Indonesia, itulah sebutan selamanya terus melekat pada seorang pendidik bersahaja yang rela melepas kebangsawanan, demi bisa berbaur dan merakyat. Tapi jarang kita tahu, sebelum menciptakan filosofi pendidikan kita, beliau memulai langkahnya sebagai seorang aktivis, wartawan, dan pejuang cerdas dan tajam dalam mengkritik penjajah di saat itu. Dialah Ki Hajar Dewantara. Terlahir di keluarga bangsawan dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, ia lahir dengan tubuh yang sedikit berbeda. Sampai-sampai sang ayah memberikan nama pena yang lucu buatnya. Namun menurut sahabat sang ayah, bentuk fisik inilah yang menandakan sang bayi yang akan berpengaruh besar nantinya.

Sebagai seorang bangsawan muda, Soewardi kecil memiliki hak istimewa yang tidak dimiliki anak lainnya. Lalu di masa remaja, beliau pun mendapatkan kesempatan untuk bersekolah dokter di Batavia secara cuma-cuma. Namun dikarenakan tubuh yang sakit-sakitan, beliau harus tidak naik kelas dan dicabut beasiswanya. Walaupun pencabutan ini juga dicurigai karena ada motif politis di baliknya. Tapi gagal menjadi dokter tidak lantas membuatnya hilang arah. Justru itu yang membuatnya lebih semangat dalam berjuang. Tulisan-tulisan Soewardi menarik perhatian dua pemuda lainnya yang juga tengah membangun pergerakan, dr. Tjipto dan Douwes Dekker. Ketiga orang inilah yang kemudian bahu membahu menyebarkan ide Indonesia merdeka lewat partai politik pertama di Nusantara. Ibarat mendapatkan angin, di sana Soewardi semakin garang mengkritik ketidakadilan yang menimpa bangsanya. Puncaknya, ia menuliskan sebuah kritik tajam yang ditujukan kepada bangsa penjajah. Tulisan yang sangat ironis, menyindir perayaan kemerdekaan Belanda, di atas tanah sebuah bangsa yang sedang mereka jajah, dengan ongkos yang juga harus dibayar oleh orang-orang tertindas. Merahlah wajah dan telinga Belanda.

Suara lantang Soewardi dianggap sudah keterlaluan. Bersama rekan seperjuangan, Tiga Serangkai itu pun dibuang ke negeri Belanda. Di tengah pengasingan, Soewardi justru tercerahkan. Ia mengenal gagasan pendidikan dari tokoh-tokoh besar yang ide-idenya kelak membawanya ke arena juang yang sama. Kembali ke tanah air, jalan terjal masih dihadapinya. Soewardi lagi-lagi harus berhadapan dengan pihak pemerintah kolonial. Celakanya, kali ini ia harus sampai mendekam di penjara. Tapi dari balik jeruji hatinya gelisah mendengar kabar, sang istri yang mengalami pendarahan parah sehabis melahirkan anak ketiga. Lalu, di sinilah titik balik itu.

Pada satu kesempatan, sang istri mengingatkan Soewardi tentang janjinya kepada sang guru agar mau mendidik kaumnya yang masih tertindas. Bagai mendapat ilham, Soewardi pun segera bersiap lahir menjadi sosok yang baru. Ya, ketika bebas, ia lekas mendirikan sebuah sekolah, Taman Siswa namanya. Sebuah cara perjuangan yang ia pilih untuk memperkuat rakyat dengan senjata terhebat, pendidikan. Ia juga mengubah nama kelahirannya, dan menggantinya dengan nama, Ki Hajar Dewantara. Mimpinya sangat besar dan melampaui zaman. Cita-cita untuk meraih kemerdekaan, bukan hanya merdeka dari penjajahan bangsa-bangsa, tapi juga kebodohan yang memenjara.

Inilah perjuangan terbesar beliau yang membuatnya dikenang sebagai Bapak Pendidikan Indonesia hingga saat ini. Perjuangan melawan penjajah tidak melulu dengan senjata. Kisah dari seorang dokter rakyat membela kaumnya dengan cuma-cuma juru ketik yang rajin mengkritik, ataupun seorang pendidik yang rela turun dan meninggalkan zona nyaman. Menyadarkan kita kalau perjuangan itu adalah tentang memiliki ide dan mimpi yang besar. Butuh tiga dekade bagi Tiga Serangkai sampai cita-cita kemerdekaan dinikmati oleh kita semua hingga hari ini. Sekarang, giliran kita untuk menentukan mimpi dan cita-cita besar bagi Indonesia di masa depan.

Posting Komentar untuk "Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia"